Pages

Sosial Budaya dan Kesehatan (Tembakau)



FENOMENA SOSIAL BUDAYA & KESEHATAN
I MISS YOU BUT I HATE YOU

Banyak fenomena yang terjadi di indonesia mengenai  kopi dan rokok. Merokok merupakan suatu aktifitas yang di lakukan di warung kopi, pesantren, rumah dll. Bahkan dimanapun masyarakat berada ( khususnya bagi  pecinta kopi dan rokok ) mereka selalu tidak terlepas dari kopi dan rokok. Mereka tidak memandang bahwa merokok memiliki sisi negatif yang fatal bagi kesehatan jasmani, citra negatif rokok akhirnya menjadi doktrin yang kebenarannya tidak dapat dipertanyakan lagi, yang ada hanya citra negatif yang dipandang secara obyektif. Sangat jarang kita dengar atau bahkan hampir tidak ada pendapat-pendapat yang menyerukan manfaat rokok, atau ungkapan netral yang memandang rokok dari sudut lain yang tidak terbumbui dogma dan citra negatifnya, kalaupun ada hanya pampangan seperti ini ”Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Paru-Paru, Serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”.
Rokok (at-tabgh, at-tutun, dan at-tinbak) sudah masyhur dikalanggan bngsa Arab. Dalam ilmu kedokteran tembakau disebut dengan bubunjir. Tembakau pada mulanya dalah tanaman lokal di suatu daerah yang bernama Tobago-suatu negeri di wilayah Meksiko, Amerika Utara. Pada masa pendudukan Amerika, berbondong-bondonglah orang-orang dari Eropa untuk singgah dan menetap di “dunia baru” tersebut. Mereka bergaul dengan penduduk ( asli ) Amerika sehingga tahulah mereka tradisi dan adat istiadat penduduk asli, termasuk dalam hal merokok. Ketertarikan mereka terhadap tradisi merokok membuat mereka membawa bibit tanaman tembakau ini ke negeri-negeri Eropa, khususnya ketika ada di antara mereka yang pulang ke kampung halaman.
Pemindahan bibit ini terjadi pada 1517 M. Atau 935 H. Hanya saja, tanaman tembakau ini tidak tersebar luas di seluruh daratan Eropa. Pada 1560 M ( 977 H.), Yohana Pailot, dari Vunusia mengunjungi raja Alburqanal di Panama Amerika. Tentu saja kunjungan itu bukan sekedar kunjungan. Kemungkinan besar dia membawa tambahan bibit tembakau untuk Vunusia sehingga beberapa saat kemudian tembakau tersebar ke negeri itu. Dari Vunusia, di sebarkan ke negeri-negeri Eropa yang lain. Sejak saat itu, tanaman tembakau menjadi masyhur di seluruh Eropa.
Kopi dan rokok merupakan pasangan yang sulit terpisahkan. Tak ada salahnya jika penulis mengulas tentang kopi dan manfaatnya. Kopi adalah sejenis minuman yang masyhur dan populer, khususnya dalam masyarakat kontemporer. Minuman kopi di buat di buat dari tumbukan biji-biji buah kopi. Meskipun kopi sangat tenar, berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya Di samping rasa dan aromanya yang menarik, kopi dapat bermanfaat untuk membangkitkan kekuatan otak dan meningkatkan kerja pikiran juga menguatkan memori/ingatan. Kopi dapat menjaga stamina pikiran, kekuatan mata, pendengaran, dan panca indra yang lain. Jika kita minum kopi sebelum makan, kopi dapat mengurangi proses pencernaan makanan dan bisa menghilangkan kegemukan. Adapun meminum kopi setelah makan, menurut sebagian ahli dapat menguatkan perut dan pencernaan.
“Apakah anda membunuh diri anda sendiri ? Ataukah membunuh rokok itu sendiri ?”
Sebagaimana kita ketahui di dalam asap sebatang rokok yang dihisap oleh perokok, tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun yang terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel.Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresoldan perylene adalah sebaian dari beribu–ribu zat di dalam rokok. Jumlah kematian dan klaim perokok Menurut penelitian Organisasi Kesehatan dunia (WHO), setiap satu jam, tembakau rokok membunuh 560 orang diseluruh dunia.
Seperti yang di dawuhkan Syeikh al-muhaqqiq al-Bujairimi pada kitab al-Iqna fi Syarh Matn Abi Syuja’. Beliau dawuh,” Mengkonsumsi sesuatu yang dapat membahayakan badan atau fikiran hukumnya adalah haram”. Dari maqolah ini dapat di simpulkan bahwa rokok menimbulan efek yang yang dapat membahayakan tubuh si perokok.
Walaupun demikian, sebagian ulama memandang rokok itu haram karena Rokok dapat membahayakan kesehatan berdasarkan pendapat para dokter yang ahli, merokok termasuk barang yang memabukkan / melemahkan badan, bau rokok sangat tidak disenangi sehingga menyakitkan hati orang-orang yang tidak merokok, dan yang terakhir merokok di pandang sebaagai suatu pemborosan dan cerminan sifat berlebih-lebihan.
Sudah kita ketahui, bahwa terjadi perselisihan pendapat di dalam fenomena-fenomena baru yang di atur oleh syari’at seperti merokok. Abd al – Ghani menyanggah pendapat ulama yang mengharamkan rokok. Beliau membahas penyanggahan pengharaman  rokok di dalam syairnya yang sebagian ma’nanya adalah
Sungguh, mereka yang benar berilmu.
Takkan mengharamkan
 Tidak pula mereka
 Yang ahli meneliti dan menyimpulkan

Sayang, banyak di antara mereka
Banyak yang tidak tahu sifat-sifat tembakau
Gegabah pula menganggapnya kotor
Dan melempar caci

 Padahal, sifat-sifat rokok itu tiada lain
 Hanyalah sebatas klaim
Dan dengannya mereka mengharamkan rokok
 Lalu menutupi manfaatnya

Selama tembakau tetap ada sifat asalnya
 Mentari kebolehan meneranginya dari angkasa.

Dapat di simpulkan sebagian ulama yang menghalalkan rokok memandang bahwa keharaman rokok bukan karena rokok itu sendiri haram ( haram lidzati ), tetapi karena ada unsur dan faktor luar yang mempengaruhi ataupun merubah hukum halal tersebut.Yaitu ketika rokok membawa dampak dampak negatif yang telah di jelaskan di atas.

Manajemen kebidanan * 7 langkah varney


7 LANGKAH VARNEY

 Pengertian 
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.

2. Standar 7 langkah Varney, yaitu :

Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.

Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi

Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.

Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.


Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien

Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik

Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi. 

Langkah I: Pengkajian
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara lain 
1. Data Subyektif 
1) Biodata 
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun >35 tahun. 
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia. 
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan bengkak. 
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien 
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi. 
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu. 


6) Riwayat keluarga berencana 
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal. 
7) Riwayat perkawinan 
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam kehamilan. 
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari 
Perlu dikaji mengenai : 
Pola nutrisi 
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre eklampsi. 
Pola aktifitas dan latihan 
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang. 
Pola persepsi kesehatan 
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE. 
Pola persepsi kognitif 
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang. 

Pola pertahanan diri 
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat penyakitnya. 
9) Keadaan psikologis 
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya. 
10) Pengetahuan pasien 
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan. 
2. Data Obyektif 
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai 
1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan 
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai. 
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan. 
4) Perkusi 
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi 
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna mendeteksi adanya gawat janin. 
3. Data Penunjang 
1) Laboratorium 
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi. 
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan. 
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.

Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
a. Diagnosa Nomenklatur 
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu ; 
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena kondisi ibu. 

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan tekanan darah 

Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan
Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi. 

Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu : 
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin 
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan pemeriksaan laboratorium.

Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien. 
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut penaganan persalinannya. 
Masalah 
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah 
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan berkolaborasi.


LangkahVII:Evaluasi 
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi?

Quality Assurance proses persalinan


Quality Assurance dalam pelayanan persalinan
Sesuai dengan pelayanan standart mutu kebidanan
1.Standart input
Penglihatan: Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat, Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi. , rincian yang  diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan BBL..
Misi: melakukan tindakan sesuai standart yang ada dan sudah ditetapkan
Kebijaksanaan:memberikan inform concent pada klien atas keputusan dari hasil wawasan dari bidan
Tujuan: menciptakan kualitas yang sesuai dengan standart dan sesuai dengan kepuasan klien
Strategi: upaya bagaimana agar sesuai dengan harapan dan tindakan antisipasi
deskripsi pekerjaan: dilakukan sesuai dengan standart dan mutu
spesifikasi pekerjaan: terjamin atas kepuasan klien
2.Standart proses
STANDAR PELAYANAN PERTOLONGAN PERSALINAN
        Terdapat empat standar dalam standar pelayanan pertolongan persalinan seperti berikut :
    1.Asuhan Persalinan Kala I.
Pernyataan standar : Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang me
madai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
     2. Persalinan Kala II Yang Aman.
Pernyataan standar : Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
3.Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga.
Pernyataan standar : Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
    4. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
        STANDAR PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI-NEONATAL.
         Di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan dan nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal. Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan penanganan keadaan gawat darurat obstetric-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi. Di bawah ini dipilih sepuluh keadaan gawat darurat obstetri-neonatal yang paling sering terjadi dan sering menjadi penyebab utama kematian ibu/bayi baru lahir.
1 Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III.
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
2.      Penanganan Kegawatan Pada Eklamsia.  
 Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam. Serta merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.
3    Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4.      persalinan dengan penggunaaan Vakum Ekstraktor Pernyataan standar : Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum,melakukannya secara benar dalammemberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamnannya bagi ibu dan janin.
5.      Penanganan Retensio Plasenta.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali retensio placenta dan memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penangan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
6    Penangan Perdarahan Postpartum Primer.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebuhan dalam 24 pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
7.      Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.
8.      Penanganan Sepsis Puerperalis.
Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
9.    Penanganan Asfesia Neonatorum.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfeksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.
   Asuhan Selama Hamil dan Kelahiran
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tangap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wantia dan bayinya yang baru lahir.
Asuhan Konseling selama Kehamilan
Ø  Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengotan atau rujukan.
            Asuhan Selama Hamil dan Kelahiran
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tangap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wantia dan bayinya yang baru lahir.
3.Standar Output
1. Klien merasa puas atas kerja dan pelayanan bidan
2.Klien dapat nyaman dan dapat pulang dengan dengan senang
3.Klien pulang dalam keaadaan sehat dan kuat.

Perencanaan BPS


Perencanaan Membuat Bidan Praktek Swasta
Sesuai dengan analisis PDCA (plan-do-check-tindakan atau rencana-do-check-menyesuaikan) adalah iteratif empat-langkah metode manajemen yang digunakan dalam bisnis untuk kontrol dan perbaikan terus-menerus dari proses dan produk. Hal ini juga dikenal sebagai Deming lingkaran / siklus / roda, siklus Shewhart, kontrol lingkaran / siklus, atau rencana-do-penelitian-tindakan (PDSA). Versi lain dari ini adalah siklus PDCA OPDCA. Menambahkan "O" adalah singkatan dari pengamatan atau sebagai beberapa versi mengatakan "Pegang kondisi saat ini”.
Langkah-langkah dalam setiap siklus PDCA berturut-turut adalah:
RENCANA
Menetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk menyerahkan hasil sesuai dengan output yang diharapkan (target atau tujuan). Dengan membangun harapan output, kelengkapan dan keakuratan spesifikasi juga merupakan bagian dari perbaikan yang ditargetkan. Bila mungkin dimulai dalam skala kecil untuk menguji kemungkinan efek.
DO
Melaksanakan rencana tersebut, melaksanakan proses, membuat produk. Mengumpulkan data untuk grafik dan analisa dalam "TARIF" berikut dan "ACT" langkah-langkah.
LIHAT
Mempelajari hasil aktual (diukur dan dikumpulkan dalam "DO" di atas) dan membandingkan terhadap hasil yang diharapkan (target atau tujuan dari "PLAN") untuk memastikan setiap perbedaan. Carilah penyimpangan dalam pelaksanaan dari rencana dan juga mencari kesesuaian dan kelengkapan rencana untuk memungkinkan pelaksanaan, yaitu, "Do". Charting data dapat membuat ini lebih mudah untuk melihat tren selama siklus PDCA beberapa dalam rangka untuk mengubah data menjadi informasi yang dikumpulkan. Informasi adalah apa yang Anda butuhkan untuk "ACT" langkah berikutnya.
ACT
Permintaan tindakan korektif pada perbedaan yang signifikan antara hasil aktual dan terencana. Menganalisis perbedaan untuk menentukan akar penyebabnya. Tentukan di mana untuk menerapkan perubahan yang akan mencakup perbaikan proses atau produk. Ketika melewati empat langkah tidak mengakibatkan kebutuhan untuk meningkatkan, ruang lingkup yang PDCA diterapkan dapat disempurnakan untuk merencanakan dan meningkatkan dengan lebih rinci pada iterasi berikutnya dari siklus, atau perhatian harus ditempatkan di berbagai tahap proses.
    Catatan: beberapa pelatih modern sekarang juga merujuk pada "A" sebagai "Adjust". Hal ini membantu peserta untuk memahami bahwa langkah 4 adalah lebih lanjut tentang menyesuaikan / mengoreksi perbedaan antara keadaan saat ini dan keadaan yang direncanakan daripada berpikir bahwa "A" adalah semua tentang tindakan dan implementasi (yang sebenarnya terjadi di kedua ("D" ) tahap).


     PDCA yang dipopulerkan oleh Dr W. Edwards Deming, yang dianggap oleh banyak untuk menjadi ayah dari kontrol kualitas modern, namun, ia selalu menyebutnya sebagai "siklus Shewhart". Kemudian dalam karir Deming, ia memodifikasi PDCA untuk "Merencanakan, Do, Study, Act" (PDSA) karena ia merasa bahwa "cek" menekankan pemeriksaan atas analisis .
   Konsep PDCA didasarkan pada metode ilmiah, yang juga dikembangkan dari karya Francis Bacon (Novum Organum, 1620). Metode ilmiah dapat ditulis sebagai "hipotesis" - "percobaan" - "evaluasi" atau plan, do dan memeriksa. Shewhart menggambarkan pembuatan bawah "kendali"-di bawah kendali statistik-sebagai proses tiga langkah spesifikasi, produksi inspeksi.
   PDCA harus berulang kali diimplementasikan dalam spiral meningkatkan pengetahuan dari sistem yang berkumpul di tujuan akhir, setiap siklus lebih dekat daripada sebelumnya. PDCA-metode ilmiah-memberikan umpan balik untuk membenarkan tebakan bidan dan meningkatkan pengetahuan bidan . Daripada masukkan "kelumpuhan analisis" untuk mendapatkannya sempurna pertama kalinya, lebih baik menjadi sekitar kanan daripada persis yang salah. Dengan peningkatan pengetahuan, kita dapat memilih untuk memperbaiki atau mengubah tujuan (kondisi ideal). Tentu saja, pendekatan PDCA dapat membawa kita lebih dekat dengan apa pun tujuan kita pilih .
    Tingkat perubahan, yaitu, tingkat perbaikan, merupakan faktor kunci yang kompetitif di dunia saat ini. PDCA memungkinkan untuk besar "melompat" dalam kinerja ("terobosan" sering diinginkan dalam pendekatan Barat), serta Kaizen (perbaikan kecil sering).
    Memiliki rencana kegiatan yang disusun secara sistematis mengenai kegiatan atau pelyanan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dengan efektif dan efisien.
#Tujuannya adalah mempertimbangkan hambatan,dukungan dan potensi yang ada.,atas visi dan mempertimbangkan misi,dengan Quality Assurance> Pelayanan yang diinginkan pasien bisa bermutu
Tahap Perencanaan
1.     Tahap persiapan
2.     Tahap analisis situasi
3.     Tahap penyusunan sistem kerja

Mempunyai acuan untuk suatu tindakan yang bisa diprediksikan kembali kepada visi yang telah dibuat.